Batas antara harapan dan kekecewaan pada pemilu 2009 kali ini masih samar, karena memang pemilu masih lama, beberapa bulan lagi, tetapi semaraknya sudah terasa ada di mana-mana, ada di jalan-jalan, di media masa dan juga di media elektronik. Warna –warni bendera partai ikut menghiasi semarak pemilu, terutama yang ada di pinggir jalan dan pohon-pohon, mulai merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu, atau kalau disingkat jadi mejikuhibiniu, kaya warna pelangi aja :D. Banyak pilihan kan? Tinggal pilih, ambil dan bawa ke penjahitan, jadi deh celana baru :@.
Suasana di panggung politik nasional pun tidak mau ketinggalan, para bos-bos partai mulai menunjukkan dan menonjolkan keberanian mereka dengan meluncurkan kalimat-kalimat serangan kepada lawan politiknya. Seperti kalimat: mempermainkan rakyat seperti main yoyo, seperti poco-poco dan lain-lain. Atau juga tindakan yang lain, seperti mengkritisi iklan, saling perang melalui iklan, menggaet artis terkenal sampai menunjukkan kepiawaiannya bersilat lidah atau merangkai kata untuk mempertahankan argumennya di media-media nasional, baik itu di televisi melalui debat politik maupun di koran melalui kolom publik.
Baguskah itu? Baikkah itu? Ya, bagus dan baik itu sudah pasti, karena itu adalah salah satu tahapan untuk mencapai target yang sudah disusun sedemikian rapi. Bagaimana dengan masyarakat? Masyarakat mangguk-mangguk tanda setuju dan kekaguman mereka terhadap partai politik tersebut atau malah justru sebaliknya. Tetapi kemudian muncullah aliran kebingungan di masyarakat. Mana yang harus dipilh? Belajar dari pengalaman dan memang sudah menjadi paradigma berfikir mereka bahwa janji hanyalah janji, dan bukti hanyalah mimpi tanpa adanya realisasi. Wajah lama kembali menghiasai layar kaca dan wajah baru kurang dipercaya. Buntut dari kebingungan tersebut adalah golput.
Golput pada pemilu tahun ini, baik yang masih diprediksikan maupun yang sudah terbuktikan, akan terus meningkat, baik itu pemilihan kepala daerah maupun kepala negara nantinya. Sampai-sampai MUI turun tangan mengeluarkan fatwa haram golput dan saya salah satu pendukung fatwa ini, dan saya yakin hal ini untuk kebaikan. Krisis multidimensi seperti inilah yang benar-benar merasuk dan mengakar kedalam hati dan pikiran menjadi paradigma yang susah dirubah, bukan karena tidak bisa tapi karena tidak adanya realita.
Sesuatu yang harus direbut untuk pemilihan pemimpin bangsa Indonesia kali ini bukan banyaknya masa karena masa bisa jadi hanya tipuan mata, bukan pula uang karena uang bisa terus berkurang bahkan bisa menjadi utang, bukan juga nama besar karena terbukti hanya bohong besar, bukan karena banyak sponsor karena pasti ada sesuatu yang disodor, bukan juga janji karena belum teruji.
Kepercayaan. Ya, kepercayaan itulah yang sangat diharapkan dan dibutuhkan oleh masyarakat sekarang di tengah banyaknya himpitan utang, kejahatan, kecelakaan dan bencana alam. Kepercayaan kepada orang yang mampu memikul dan membawa amanah inilah yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia demi kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan menuju kejayaan bangsa dan Negara Indonesia ini.
Bagaimana Harapan Anda pada pemilu kali ini?
Suasana di panggung politik nasional pun tidak mau ketinggalan, para bos-bos partai mulai menunjukkan dan menonjolkan keberanian mereka dengan meluncurkan kalimat-kalimat serangan kepada lawan politiknya. Seperti kalimat: mempermainkan rakyat seperti main yoyo, seperti poco-poco dan lain-lain. Atau juga tindakan yang lain, seperti mengkritisi iklan, saling perang melalui iklan, menggaet artis terkenal sampai menunjukkan kepiawaiannya bersilat lidah atau merangkai kata untuk mempertahankan argumennya di media-media nasional, baik itu di televisi melalui debat politik maupun di koran melalui kolom publik.
Baguskah itu? Baikkah itu? Ya, bagus dan baik itu sudah pasti, karena itu adalah salah satu tahapan untuk mencapai target yang sudah disusun sedemikian rapi. Bagaimana dengan masyarakat? Masyarakat mangguk-mangguk tanda setuju dan kekaguman mereka terhadap partai politik tersebut atau malah justru sebaliknya. Tetapi kemudian muncullah aliran kebingungan di masyarakat. Mana yang harus dipilh? Belajar dari pengalaman dan memang sudah menjadi paradigma berfikir mereka bahwa janji hanyalah janji, dan bukti hanyalah mimpi tanpa adanya realisasi. Wajah lama kembali menghiasai layar kaca dan wajah baru kurang dipercaya. Buntut dari kebingungan tersebut adalah golput.
Golput pada pemilu tahun ini, baik yang masih diprediksikan maupun yang sudah terbuktikan, akan terus meningkat, baik itu pemilihan kepala daerah maupun kepala negara nantinya. Sampai-sampai MUI turun tangan mengeluarkan fatwa haram golput dan saya salah satu pendukung fatwa ini, dan saya yakin hal ini untuk kebaikan. Krisis multidimensi seperti inilah yang benar-benar merasuk dan mengakar kedalam hati dan pikiran menjadi paradigma yang susah dirubah, bukan karena tidak bisa tapi karena tidak adanya realita.
Sesuatu yang harus direbut untuk pemilihan pemimpin bangsa Indonesia kali ini bukan banyaknya masa karena masa bisa jadi hanya tipuan mata, bukan pula uang karena uang bisa terus berkurang bahkan bisa menjadi utang, bukan juga nama besar karena terbukti hanya bohong besar, bukan karena banyak sponsor karena pasti ada sesuatu yang disodor, bukan juga janji karena belum teruji.
Kepercayaan. Ya, kepercayaan itulah yang sangat diharapkan dan dibutuhkan oleh masyarakat sekarang di tengah banyaknya himpitan utang, kejahatan, kecelakaan dan bencana alam. Kepercayaan kepada orang yang mampu memikul dan membawa amanah inilah yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia demi kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan menuju kejayaan bangsa dan Negara Indonesia ini.
Bagaimana Harapan Anda pada pemilu kali ini?