Pada zaman sekarang ini zaman yang sudah sangat jauh dari zamannya para Nabi dan pengikut-pengikutnya, zaman dimana teknologi sudah diagung-agungkan, ilmu pengetahuan yang berkembang dengan pesat dan berorentasi kualitas.
Islam datang dengan berbagai petunjuk yang ada didalamnya tentang bagaimana seharusnya manusia bersikap dan menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih bermakna. Dengan ditempatkannya manusia pada posisi yang tinggi yaitu tidak hanya sebagai hamba Allah tetapi juga sebagai khalifah yang mengatur dan mengelola bumi beserta isinya, dan semua itu telah disiapkan dalam ajaran Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin.
Dan dalam memahami Islam bagi mereka yang baru mempelajari Islam atau baru saja akan mempelajari Islam, terdapat kebingungan tentang istilah-istilah yang ada dalam Islam, seperti Apa itu Din? Apa itu Millah? Apa perbedaan Din dan Millah? Apa itu minhaj? Apa itu syari’at? Dan apa perbedaan syari’at dengan ilmu fiqh? Apa itu hanifiyyah? Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang membuat orang tambah bingung dan jika bingungnya tidak terjawab karena mungkin malu untuk bertanya, di khawatirkan orang tersebut akan justru menjauhi Islam atau yang lebih parahnya lagi malah meninggalkan Islam.
Oleh karena itu saya mencoba menjelaskan beberapa istilah-istilah yang ada pada saat mempelajari Islam agar tidak terjadi kesalahpahaman atau ketidaktahuan nantinya. Diantaranya yaitu saya akan mencoba menjelaskan dan menjabarkan perbedaan dari segi semantik tentang istilah-istilah diatas dengan bersumber dari beberapa referensi dan dari pengetahuan yang telah saya dapatkan yang tentunya sangat terbatas.
BAB II
A. Pengertian Din
Pengertian agama dapat dilihat dari sudut kebahasaan dan istilah. Mengartikan agama dari sudut kebahasaan lebih mudah daripada mengartikan agama dari sudut istilah karena pengertian agama dari sudut istilah ini sudah mengandung muatan subjektifitas dari orang yang mengartikannya[1].
Mukti Ali pernah mengatakan, barangkali tidak ada kata yang paling sulit diberi pengertian dan definisi selain dari kata agama. Pernyataan ini didasarkan pada tiga alasan. Pertama, bahwa pengalaman agama adalah soal batini, subjektif, dan sangat individualis sifatnya. Kedua, barangkali tidak ada orang yang begitu semangat dan emosional daripada orang yang membicarakan agama. Karena itu, setiap pembahasan tentang arti agama selalu ada emosi yang melekat erat sehingga kata agama ini sulit didefinisikan. Ketiga, konsepsi tentang agama dipengaruhi oleh tujuan dari orang yang memberikan definisi tersebut[2].
Pengertian agama dari segi bahasa adalah hukum peraturan, undang-undang, tuntutan, disiplin, taat, tingkah laku, adat kebiasaan, perhitungan, hutang, balasan, dan ibadah kepada Tuhan[3]. Menurut Harun Nasution dalam masyarakat Indonesia selain dikenal kata agama juga dikenal kata din (دﯾن) dari bahasa Arab dan religi dari bahasa Eropa. Menurut suatu pendapat, begitu Harun Nasution mengatakan, kata itu tersususun dari dua kata, a = tiadak dan gam = pergi, jadi agama artinya tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi secara turun temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya, juga dari kata a dan gama yang artinya tiada akhir, perbuatan (perkataan) yang tiada akhir[4]. Sedangkan religi berasal dari bahasa latin, yaitu relegare yang artinya mengumpulkan atau membaca. Pengertian ini sejalan dengan isi agama yang mengandung kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan yang terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Dan menurut pendapat lain, berasal dari kata religare yang berarti mengikat[5]. Jadi Harun Nasution menyimpulkan intisari yang terkandung dari pengertian diatas adalah ikatan, dalam agama terdapat ikatan antara roh manusia dengan Tuhan, dan agama lebih lanjut lagi agama memang mengikat manusia dengan Tuhan. Agama memang mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi oleh manusia, yang mempunya pengaruh besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Ikatan itu berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari mausia, satu kekuatan gaib yang tidak dapat ditangkap oleh panca indra[6].
Sedangkan agama dari segi istilah dapat dikemukakan sebagai berikut. Ellizabet K. Nottingham dalam bukunya agama dan masyarakat mengatakan bahwa agama adalah gejala yang begitu sering terdapat dimana-mana sehingga sedikit membantu kita untuk membuat abstaraksi ilmiah. Lebih lanjut dia mengatakan agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaannya sendiri dan keberadaaan alam semesta. Agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang paling sempurna dan juga perasaan takut dan ngeri[7]. Sementara itu Durkheim mengatakan bahwa agama adalah pantulan dari solidaritas sosial. Bahkan kalau dikaji, Tuhan itu sebenarnya adalah ciptaan masyarakat. Dan pendapat tersebut dibantah oleh Taufik Abdullah yang mengatakan bahwa hal itu bersifat sekular dan akan menghilangkan relevansinya karena digantikan oleh moralitas ilmiah. Taufik Abdullah menilai bahwa agama bersifat universal[8].
Dari kesimpulan tersebut dapat dijumpai adanya 5 aspek yang terkandung dalam agama. Pertama, aspek asal-usulnya, yaitu ada yang berasal dari Tuhan seperti agama samawi dan ada juga yang berasal dari pemikiran manusia seperti agama ardi atau agama kebudayaan. Kedua, aspek tujuaannya, yaitu untuk memberikan tuntunan hidup agar bahagia dunia dan akhirat. Ketiga, aspek ruang lingkupnya, yaitu keyakinan akan adanya kekuatan gaib dan adanaya yang dianggap suci dan harus berbuat baik dengannya untuk kebahagiaan tersebut. Keempat, aspek permasyarakatannya, yaitu disampaikan secara turun temurun. Dan diwariskan dari generasi ke generasi. Kelima, aspek sumbernya, yaitu kitab suci[9].
Dan jika kita mengatakan agama Islam atau Dinul Islam, maka itu sudah jelas dan definitif karena agama Islam adalah agama wahyu. Artinya sumber ajarannya adalah wahyu Tuhan yang disampaikan oleh malaikat Jibril kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul-Nya dan penutup semua nabi, beliau adalah nabi terakhir. Beliau juga adalah Utusan Allah SWT yang bertugas menyampaikan petunjuk Tuhan kepada manusia dan mengajak manusia menerima petunjuk Tuhan itu dan menjadikannya pedoman hidup dalam kehidupan di dunia ini dalam perjalanan menuju ke tempat manusia yang kekal di akhirat kelak.
Agama Islam memiliki batasan yang jelas, mana yang Islam dan mana yang di luar Islam. Sejak awal, Islam sudah didefinisikan dengan jelas oleh Nabi Muhammad saw. Imam al-Nawawi dalam Kitab hadits-nya yang terkenal, al-Arba’in al-Nawawiyah, menyebutkan definisi Islam pada hadits kedua: "Islam adalah bahwasanya engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan bahwa sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, engkau menegakkan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan shaum Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji ke Baitullah, jika engkau berkemampuan melaksanakannya." (HR Muslim).
B. Pengertian Millah
Millah adalah salah satu istilah dalam bahasa Arab untuk menunjukkan agama. Istilah lainnya adalah din. Kedua istilah tersebut digunakan dalam konteks yang berlainan. Millah digunakan ketika dihubungkan dengan nama Nabi yang kepadanya agama itu diwahyukan dan Din digunakan ketika dihubungkan dengan salah satu agama, atau sifat agama, atau dihubungkan dengan Allah yang mewahyukan agama itu. Dalam perbincangan sehari-hari seing digunakan istilah-istilah millah Ibrahim, millah Ishaq dan sebagainya, atau din Islam, din haqq, din Allah dan sebagainya[10]. Millah yang terbesar adalah millah Ibrahim, millah yang lurus dan tidak cenderung kepada kebathilan, millah Ibrahim saat ini hanyalah agama Islam, dan nama ”ibrahim faith” sering didengung-dengungkan sudah tidak digunakan lagi karena diutusnya Nabi Muhammad[11].Dan juga agama Ibrahim adalah satu dan yang satu itu adalah agama Tauhid dan ini telah disempurnakan oleh Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana firman Allah:
”Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”(QS. Al Maidah :3)
“Dan mereka berkata: ‘Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk’. Katakanlah: ‘Tidak, bahkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik’.” (Al-Baqarah: 135)
”Dia telah memilih kamu (untuk mengemban urusan agama-Nya) dan Dia tidak akan menjadikan kesulitan dalam urusan agama ini pada kalian; (maka, ikutilah) agama bapak kalian, Ibrahim. Dia telah menamai kalian sebelumnya dengan nama Muslim. (QS al-Hajj: 78)[12].
C. Pengertian Syari’ah
Pengertian-pengertian syari'ah di telah menjadi bagian dari perbincangan para ulama Islam sejak masa lalu sampai hari ini . Secara etimologis, syari'ah atau syara' menurut kata dasarnya berarti jalan ke sumber air atau jalan terang yang harus dilalui atau jalan yang harus diikuti oleh orang-orang beriman.( Dairah al Ma'arif al Islamiyah , Dar al Fikr, Beirut, vol. III, hal. 242)[13].
Secara terminologis Syari'ah dalam banyak pengertian ulama Islam adalah aturan-aturan atau hukum-hukum Tuhan yang tertuang dalam al Qur-an dan sunnah Nabi Muhammad saw. Aturan-aturan ini meliputi kompleksitas kebutuhan manusia baik yang bersifat individual maupun kolektif. Dengan kata lain syari'ah adalah penumbuhan (pelembagaan) kehendak Tuhan dengan mana manusia harus hidup secara pribadi dan bermasyarakat. Abu Ishak al Syathibi (w.790 H/1388 M), sarjana hukum Islam terkemuka dari Granada, menyatakan bahwa syari'ah merupakan aturan-aturan Tuhan dengan mana manusia "mukallaf" (dewasa) mendasarkan tindakan-tindakan, ucapan-ucapan dan keyakinan-keyakinannya. Inilah kandungan syari'ah secara global ( Al Muwafaqat fi Ushul al Ahkam , Muhammad Ali Subaih, Mesir, vol. I, hal. 49)[14].
Menurut bahasa juga Syari'ah (الشَّريعة) berarti tempat aliran air dan tempat keluar ternak menuju air yang mengalir. Kemudian pengertian kata ini dipinjam untuk digunakan pada pengertian istilah bagi setiap jalan yang ditetapkan oleh Allah yang tidak berubah, yang datang kepada kita melalui salah seorang nabi. Maka syari'ah dalam pengertian istilah yang berlaku adalah aturan yang diletakkan oleh Allah ta'ala bagi para hamba-Nya berupa hukum-hukum yang dibawa oleh salah seorang nabi di antara para nabi-Nya. Jadi syari'ah adalah buatan Allah bukan hasil ijtihad manusia; bersifat tetap, tidak berubah. Dari sini terdapat perbedaan antara syari'ah dan fiqih. Sebab fiqih adalah upaya ijtihad manusia dalam kerangka wilayah syari'ah ilahiah. Syari'ah bersifat tetap, sebab ia adalah prinsip-prinsip agama, sedangkan fiqih senantiasa berkembang sebab ia adalah furui'yyah (cabang) yang mengiringi dinamika perkembangan jaman, tempat dan kasus, kemaslahatan, dan pemahaman[15]. Contoh perbedaan styari’ah dengan fiqh adalah sebagai berikut: riba itu diharamkan ( ini syari'ah), apa bunga bank itu termasuk riba? (ini fiqh) dan contoh berikut, memulai shalat harus dengan niat (ini Syari'ah), apakah niat itu dilisankan (dengan ushalli) atau cukup dalam hati (ini Fiqh)[16].
Husein Muhammad, mengutip definisi syariat dari para ulama terdahulu, menyimpulkan bahwa syariat merupakan keseluruhan (totalitas) urusan keagamaan, mencakup keyakinan (aqidah), moral (akhlaq) dan hukum (fiqh), baik yang langsung diputuskan oleh Allah melalui al-Qur'an, atau Nabi melalui hadis, atau yang diputuskan oleh ulama melalui pemahaman dan penalaran (ijtihad). Artinya, syariat adalah semua ajaran, pemahaman dan praktek keagamaan yang didasarkan pada sumber-sumber Islam yaitu al-Qur'an dan Hadis[17]. Allah berfirman:
Artinya: “Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan (syir’at) dan jalan yang terang (minhaj).” (Q.S. Al Maidah: 48)
Tentang syari’at atau syir’atnya berbeda-beda hal ini juga terdapat dalam Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw itu sendiri ada juga perbedaan-perbedaan antara syari’at yang pertama dan kemudian dihapus dengan syari’at yang kedua (baru), misalnya kiblat yang semula Baitul Maqdis kemudian dihapus dan diganti dengan Ka’bah di Masjidil Haram Makkah, namun agamanya tetap Islam. Jadi agama dari Allah tetap satu, Islam, walau syari’atnya bermacam-macam, diganti-ganti dengan syari’at yang baru. Agama yang lama yang dibawa oleh nabi terdahulu diganti dengan agama yang baru yang dibawa nabi berikutnya, walaupun masih sama-sama Islam, maka orang yang masih hidup wajib mengikuti yang baru.
Apabila syari’at yang lama diganti dengan yang baru, maka orang yang masih hidup wajib mengikuti yang baru. Sehingga dengan datangnya Nabi Muhammad saw yang diutus membawa agama Islam sebagai nabi terakhir, nabi yang paling utama, dan tidak ada nabi sesudahnya, wajib diikuti oleh seluruh manusia sejak zaman nabi-nabi sebelumnya sampai kiamat kelak. Diutusnya Nabi Muhammad saw ini berbeda dengan nabi-nabi lain, karena nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad saw itu masing-masing hanya untuk kaumnya. Sedang Nabi Muhammad saw diutus untuk seluruh manusia sejak saat diutusnya sampai hari kiamat kelak. Siapa yang tidak mengikutinya maka kafir, walaupun tadinya beragama dengan agama nabi sebelum Nabi Muhammad SAW.
Orang-orang yang mengikuti Nabi Muhammad saw pun kalau sudah ada syari’at baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw pula, lalu pengikut itu menolak dan ingkar, maka menjadi kafir pula. Misalnya, orang Muslim yang mengikuti agama Nabi Muhammad saw, sudah mendapat penjelasan bahwa kiblat yang baru adalah Ka’bah, sedang sebelumnya kiblatnya adalah Baitul Maqdis; lalu si Muslim itu menolak kiblat yang baru (Ka’bah), maka kafir pula, sebab menolak ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Apalagi yang mengikuti agama nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad saw, begitu datang Nabi Muhammad saw sebagai utusan dengan Islam yang baru, maka wajib mengikuti Nabi Muhammad SAW jika tidak maka ia kafir.
D. Pengertian Minhaj
Manhaj dalam bahasa Arab adalah sebuah jalan terang yang ditempuh. Sebagaimana dalam firman Allah:
"Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Qur'an dengan membawa kebenaran, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu, Kami berikan aturan (syir'ah) dan jalan yang terang (minhaj). Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberiannya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allahlah tempat kembali kamu selamanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu." (al-Maa'idah: 48)
Juga firman-Nya:
“Dan kami jadikan untuk masing-masing kalian syariat dan minhaj.” (Al-Maidah: 48)
Kata minhaj dalam ayat tersebut diterangkan oleh Imam ahli tafsir Ibnu Abbas, maknanya adalah sunnah. Sedang sunnah artinya jalan yang ditempuh dan sangat terang. Demikian pula Ibnu Katsir menjelaskan (lihat Tafsir Ibnu Katsir 2/67-68).sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia minhaj adalah pendekatan atau metode.
E. Pengertian Hanifiyyah
Hanif artinya cenderung dari kesyirikan kepada ketauhidan, artinya ikhlas dalam beribadat dengan membersihkannya dari selain Allah atau juga Hanifiyyah adalah beribadah kepada Allah semata seraya meng-ikhlaskan agama bagi-Nya. Dan itulah yang Allah perintahkan kepada seluruh manusia dan untuk tujuan itu pula Allah menciptakan mereka[18].
F. Perbedaan Din dengan Millah dan Syariah
Mengemukakan pandangan Al Allamah al Thabathaba-iy, pemikir muslim dari Iran, ketika ia menguraikan perbedaan antara Syari'ah dan al Din. Ia mengatakan bahwa penggunaan kata Syari'ah dalam al Qur-an mempunyai arti lebih khusus daripada al Din . Syari'ah adalah jalan atau cara-cara yang ditempuh oleh suatu masyarakat/bangsa atau oleh seorang Nabi, seperti syari'at Nabi Nuh, syari'at Nabi Ibrahim, syari'at Nabi Musa, syari'at Nabi Isa dan syari'at Nabi Muhammad saw. Sementara din adalah jalan ketuhanan (al thariqah al ilahiyah) yang bersifat menyeluruh (universal) untuk semua bangsa. Syari'at bisa di naskh (dihapus/diganti), tetapi tidak untuk din . Al Mizan fi Tafsir al Qur-an , Al A'lami, Beirut, vol. V, hal.358)
Beberapa ulama kontemporer seperti Muhammad Syaltut, Sayyid Sabiq dan ath-Thabathab'iy, membedakan syariat dan aqidah, antara din, millah dan syariat. Aqidah adalah dasar prinsipal agama, sedang syariat adalah cabang, atau jalan menuju agama. Aqidah hanya satu dan sama antara satu Nabi dengan Nabi yang lain. Sedang syariat bisa berbeda-beda dari satu Nabi ke Nabi yang lain karena tergantung waktu dan umat yang berbeda pula[19].
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penjelasan saya diatas mengenai perbedaan antara din, millah,minhaj, dan hanifiyyah dapat saya tarik beberapa kesimpulan yang akan memudahka pembaca yang menyelami dan mendalami makalah saya yang sederhana ini. Isi dan kesimpulan ini bisa saja berubah apabila ditemukan data yang lebih akurat dan valid atau lebih sahih dari yang telah ada dalam makalah saya ini. Karena itu janganlah terlalu berpegang pada makalah ini yang tentunya memiliki banyak kekurangan, baik yang diketahui ataupun tidak diketahui,maka bacalah juga makalah, buku, artikel ataupun bacaan lain yang berhubungan dengan materi yang saya pegang ini yang tentunya akan menambah pengetahuan kita bersama dalam khazanah keilmuan Islam.
Dan di bawah ini adalah kesimpulan yang saya kumpul dari materi makalah ini.
1. Makna din secara bahasa berarti tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi secara turun temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya (bahasa indonesia), juga berarti hukum peraturan, undang-undang, tuntutan, disiplin, taat, tingkah laku, adat kebiasaan, perhitungan, hutang, balasan, dan ibadah kepada Tuhan (bahasa Arab) atau juga ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi oleh manusia berasal dari kekuatan gaib (bahasa latin dan Eropa).
2. Perbedaan makna ini karena: pengalaman agama adalah soal batini, subjektif, semangat, emosional, dan konsepsi tentang agama yang sangat individualis sifatnya.
3. Syari’ah maknanya adalah aturan-aturan atau hukum-hukum Tuhan yang tertuang dalam Al Qur-an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Dan ini tidak bisa dirubah dan diganggu gugat lagi.
4. Minhaj bermakna jalan terang atau juga jelas (B. Arab) dan juga bernakna pendekatan, metode atau cara (B. Indonesia).
5. hanifiyyah bermakna cenderung dari kesyirikan kepada ketauhidan atau juga ikhlas dalam beribadat dengan membersihkannya dari selain Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Al Barry, M. Dahlan. Y dan Yacub, L. Lya Sofyan. 2003. Kamus Induk Istilah Ilmiah (Seri Intelektual). Surabaya: Arkola.
Asy Syahrastani. 2006. AL-Milal wa An-Nihal (Aliran-aliran Teologi dalam Sejarah Umat Manusia).terj.Aswandi Syukur . Surabaya: Bina Ilmu.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua. Jakarta: Balai Pustaka.
Natta, Abuddin. 2007. Metodologi Studi Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah. 1992. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan.
http://akhwat.web.id
http://media.isnet.org
http://www.fahmina.org
http://www.hidayatullah.com
http://www.hizbut-tahrir.or.id
http://www.hudzaifah.org
[1] Istilahdapat diartikan sebagai suatu kesepakatan para ahli mengenai makna dari sesuatu setelah terlebih dulu meninggalkan makna kebahasaannnya.
[2] Abuddin Natta. 1993. Al-qur’an dan Hadits (Dirasah Islamiyah I) Cet. I. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hlm. 7
[3] Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah. 1992. Ensikloped Islam Indoneia. Jakarta:Djambatan. Hlm. 218
[4] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua. Jakarta: Balai Pustaka. Hlm. 10.
[5] Abuddin Natta. 2007. Metodologi Studi Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Hlm. 12.
[6] Harun Nasution. 1979. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid I. Jakarta: UI Press. Hlm. 9-10.
7 Ellizabet K. Nottingham. 1985. Agama dan Masyarakat (Suatu PengantarSosiologi Agama), cet. I. Jakarta: Rajawali. Hlm. 4.
[8] Taufik Abdullah. 1990. Metodologi Penelitian Agama (Sebuah Pengantar), cet II. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. Hlm. 31.
[9] Abuddin Natta. op. cit. hlm. 14
[10] Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah. op. cit. Hlm. 652.
[11] http://hidayatullah.com/index.php?option=com_content&task=view&id=5738&Itemid=55 (online 18 maret 2008)
[12] http://www.hizbut-tahrir.or.id/2007/11/12/dari-trialog-peradaban-ke-aliansi-global-menentang-hegemoni-kapitalisme/ (online 18 maret 2008)
[13] http://www.fahmina.org/fi_id/index.php?option=com_content&task=view&id=23&Itemid=30 (online 18 maret 2008)
[14] http://www.fahmina.org/fi_id/index.php?option=com_content&task=view&id=23&Itemid=30 (online 18 maret 2008)
[15] http://www.hudzaifah.org/PrintArticle65.phtml (online 18 maret 2008)
[16] http://media.isnet.org/isnet/Nadirsyah/Fiqh.html (online 18 maret 2008)
[17] http://www.rahima.or.id/SR/02-01/Fokus1.htm (online 18 maret 2008)
[18] http://akhwat.web.id/muslimah-salafiyah/2008/02/01/cara-mudah-memahami-ushuluts-tsalatsah (online 18 maret 2008)
[19] http://www.rahima.or.id/SR/02-01/Fokus1.htm (online 18 maret 2008)