Ramadhan punya daya tarik sendiri bagi para ilmuwan. Diantaranya A. M. Johnstone, dari Rowett Research Institute, Aberdeen, Inggris. Dia menulis puasa di jurnal ilmiah Obesity Reviews dengan judul “Fasting – the ultimate diet?”
“Salah satu kegiatan keagamaan yang paling banyak dikutip terkait puasa adalah masa Ramadan”, tulis, A. M. Johnstone, dari Rowett Research Institute, Aberdeen, Inggris, di jurnal ilmiah Obesity Reviews dengan judul “Fasting – the ultimate diet?” Puasa Ramadan memang menjadi daya tarik tersendiri bagi ilmuwan. Ada yang meneliti dampaknya pada prestasi atlit, pada pola hidup, juga pada kesehatan janin dan ibu hamil.
Puasa dan sepak bola
Dampak puasa Ramadan pada atlit sepak bola baru-baru ini diteliti oleh Yoav Meckel dan rekannya dari Jurusan Pendidikan Jasmani dan Ilmu Olah Raga, Wingate Institute, Netanya, Israel dan Sekolah Kedokteran, Tel-Aviv University, Israel. Temuannya dimuat European Journal of Applied Physiology, volume 102 (6), 2008 dengan judul “The effect of the Ramadan fast on physical performance and dietary habits in adolescent soccer players” (Pengaruh puasa Ramadan terhadap kemampuan raga dan kebiasaan makan pada pesepak bola dewasa).
Hasil penelitian itu menyebutkan, terdapat sedikit penurunan berarti pada kemampuan tubuh atlit dalam mengolah oksigen, daya tahan kecepatan lari, serta kemampuan melompat. Namun puasa Ramadan tidak begitu berpengaruh pada kemampuan berlari cepat dan kelincahan.
Latihan jasmani intensif setiap hari juga mengalami penurunan selama Ramadan. Tidak terdapat perbedaan nyata dalam hal asupan makanan berkalori ataupun jumlah jam tidur secara keseluruhan antara bulan Ramadan dan bulan biasa.
Secara umum hasil penelitian ini menunjukkan bahwa puasa Ramadan dapat memicu penurunan berarti pada kemampuan berprestasi atlit. Namun di sisi lain, penurunan prestasi ini tidak harus selalu berkaitan dengan perubahan pada asupan kalori maupun jumlah jam tidur selama puasa.
Puasa dan pola hidup
Puasa Ramadan menarik perhatian pula bagi peneliti asal Inggris. Mereka adalah Jim Waterhouse dkk dari Lembaga Penelitian untuk Ilmu Olah Raga dan Latihan, Liverpool John Moores University, Liverpool, Inggris.
Dengan melibatkan 31 orang berusia 18-70 tahun, 14 pria dan 17 wanita, penelitian ini dilakukan 2 minggu pra-Ramadan, 4 minggu dalam bulan Ramadan, dan 2 minggu pasca-Ramadan. Mereka yang diteliti ini diminta menjawab sejumlah daftar pertanyaan lima kali sehari, yakni ketika matahari terbit (sekitar pukul 07:00), pukul 10:00, 14:00, dan di saat matahari terbenam (sekitar pukul 18:30), serta saat beristirahat.
Hasil kajian itu terbit dengan judul “Diurnal changes in sleep, food and fluid intakes, and activity during Ramadan, 2006, in the UK: some preliminary observations” (Perubahan dalam hal tidur, makan dan minum, serta kegiatan di siang hari selama Ramadan 2006 di Inggris: sejumlah pengamatan awal). Mereka menerbitkannya di jurnal ilmiah Biological Rhythm Research, November 2007.
Selama berpuasa Ramadan tidak ada sama sekali asupan makanan dan cairan di siang hari antara terbit dan tenggelamnya matahari. Namun dari penelitian itu diketahui bahwa hal ini tergantikan di jam-jam menjelang matahari terbit (sahur) dan, khususnya, setelah matahari tenggelam (buka puasa). Mereka yang diteliti ini memberikan alasan karena menaati aturan agama tentang puasa dan bukan karena alasan ketiadaan lapar atau haus.
Pola tidur juga berubah selama Ramadan, di mana tidur di siang hari meningkat. Mereka lebih banyak tidur di waktu pagi, antara matahari terbit hingga pukul 10 pagi. Alasan mereka adalah untuk mengganti waktu tidur yang hilang.
Di siang hari, jumlah kegiatan yang melibatkan jiwa, raga dan kemasyarakatan berkurang. Tetapi kegiatan ini meningkat setelah matahari terbenam. Jumlah kegiatan-kegiatan tersebut mereka rasakan hampir menyamai dengan apa yang sebelumnya mereka lakukan.
Puasa dan ibu hamil
Berpengaruh burukkah puasa Ramadan pada ibu hamil dan janinnya? Untuk mengetahui jawabannya, 36 orang ibu hamil sehat berpuasa dan 29 orang ibu hamil sehat tidak berpuasa diteliti di rumah sakit universitas Gaziantep, Turki selama satu bulan Ramadan penuh.
Hasil penelitian Dikensoy dkk ini dipaparkan jurnal ilmiah terbitan Jerman, Archives of Gynecology and Obstetrics, Mei 2008, dengan judul “The effect of Ramadan fasting on maternal serum lipids, cortisol levels and fetal development” (Pengaruh puasa Ramadan terhadap kadar lemak dan hormon kortisol serum ibu, serta perkembangan janin).
Pada ibu hamil yang berpuasa, yang tidak memiliki masalah kehamilan selama 20 minggu atau lebih, ditemukan mengalami peningkatan kadar hormon kortisol di dalam darah, sedangkan rasio LDL/HDL menurun.
Ibu hamil yang berpuasa dan yang tidak berpuasa ditemukan tidak mengalami perbedaan dalam hal pertambahan berat badan ibu, pertambahan bobot bayi teramati, kesehatan bayi, jumlah air ketuban, dan keadaan pembuluh darah tali pusar. Dengan kata lain puasa Ramadan tidak berpengaruh buruk pada perkembangan bayi.
Puasa, ibadah manusiawi
Hasil kajian ilmiah tentang pengaruh puasa Ramadan pada jiwa, raga, kesehatan dan pola hidup telah banyak diteliti ilmuwan. Yang tersebut di atas hanyalah sedikit contoh saja. Namun begitu, penelitian tersebut setidaknya telah mengungkap sejumlah sisi menarik. Yakni bahwa puasa Ramadan tersebut bukanlah dalam rangka memberikan kesusahan atau dampak buruk pada manusia, karena Allah, yang mewajibkan kita berpuasa, adalah Dzat yang Maha Pengasih dan Penyayang, dan Mahatahu atas kondisi hamba-Nya:
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa di bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah, 2:185). [cr/www.hidayatullah.com]
“Salah satu kegiatan keagamaan yang paling banyak dikutip terkait puasa adalah masa Ramadan”, tulis, A. M. Johnstone, dari Rowett Research Institute, Aberdeen, Inggris, di jurnal ilmiah Obesity Reviews dengan judul “Fasting – the ultimate diet?” Puasa Ramadan memang menjadi daya tarik tersendiri bagi ilmuwan. Ada yang meneliti dampaknya pada prestasi atlit, pada pola hidup, juga pada kesehatan janin dan ibu hamil.
Puasa dan sepak bola
Dampak puasa Ramadan pada atlit sepak bola baru-baru ini diteliti oleh Yoav Meckel dan rekannya dari Jurusan Pendidikan Jasmani dan Ilmu Olah Raga, Wingate Institute, Netanya, Israel dan Sekolah Kedokteran, Tel-Aviv University, Israel. Temuannya dimuat European Journal of Applied Physiology, volume 102 (6), 2008 dengan judul “The effect of the Ramadan fast on physical performance and dietary habits in adolescent soccer players” (Pengaruh puasa Ramadan terhadap kemampuan raga dan kebiasaan makan pada pesepak bola dewasa).
Hasil penelitian itu menyebutkan, terdapat sedikit penurunan berarti pada kemampuan tubuh atlit dalam mengolah oksigen, daya tahan kecepatan lari, serta kemampuan melompat. Namun puasa Ramadan tidak begitu berpengaruh pada kemampuan berlari cepat dan kelincahan.
Latihan jasmani intensif setiap hari juga mengalami penurunan selama Ramadan. Tidak terdapat perbedaan nyata dalam hal asupan makanan berkalori ataupun jumlah jam tidur secara keseluruhan antara bulan Ramadan dan bulan biasa.
Secara umum hasil penelitian ini menunjukkan bahwa puasa Ramadan dapat memicu penurunan berarti pada kemampuan berprestasi atlit. Namun di sisi lain, penurunan prestasi ini tidak harus selalu berkaitan dengan perubahan pada asupan kalori maupun jumlah jam tidur selama puasa.
Puasa dan pola hidup
Puasa Ramadan menarik perhatian pula bagi peneliti asal Inggris. Mereka adalah Jim Waterhouse dkk dari Lembaga Penelitian untuk Ilmu Olah Raga dan Latihan, Liverpool John Moores University, Liverpool, Inggris.
Dengan melibatkan 31 orang berusia 18-70 tahun, 14 pria dan 17 wanita, penelitian ini dilakukan 2 minggu pra-Ramadan, 4 minggu dalam bulan Ramadan, dan 2 minggu pasca-Ramadan. Mereka yang diteliti ini diminta menjawab sejumlah daftar pertanyaan lima kali sehari, yakni ketika matahari terbit (sekitar pukul 07:00), pukul 10:00, 14:00, dan di saat matahari terbenam (sekitar pukul 18:30), serta saat beristirahat.
Hasil kajian itu terbit dengan judul “Diurnal changes in sleep, food and fluid intakes, and activity during Ramadan, 2006, in the UK: some preliminary observations” (Perubahan dalam hal tidur, makan dan minum, serta kegiatan di siang hari selama Ramadan 2006 di Inggris: sejumlah pengamatan awal). Mereka menerbitkannya di jurnal ilmiah Biological Rhythm Research, November 2007.
Selama berpuasa Ramadan tidak ada sama sekali asupan makanan dan cairan di siang hari antara terbit dan tenggelamnya matahari. Namun dari penelitian itu diketahui bahwa hal ini tergantikan di jam-jam menjelang matahari terbit (sahur) dan, khususnya, setelah matahari tenggelam (buka puasa). Mereka yang diteliti ini memberikan alasan karena menaati aturan agama tentang puasa dan bukan karena alasan ketiadaan lapar atau haus.
Pola tidur juga berubah selama Ramadan, di mana tidur di siang hari meningkat. Mereka lebih banyak tidur di waktu pagi, antara matahari terbit hingga pukul 10 pagi. Alasan mereka adalah untuk mengganti waktu tidur yang hilang.
Di siang hari, jumlah kegiatan yang melibatkan jiwa, raga dan kemasyarakatan berkurang. Tetapi kegiatan ini meningkat setelah matahari terbenam. Jumlah kegiatan-kegiatan tersebut mereka rasakan hampir menyamai dengan apa yang sebelumnya mereka lakukan.
Puasa dan ibu hamil
Berpengaruh burukkah puasa Ramadan pada ibu hamil dan janinnya? Untuk mengetahui jawabannya, 36 orang ibu hamil sehat berpuasa dan 29 orang ibu hamil sehat tidak berpuasa diteliti di rumah sakit universitas Gaziantep, Turki selama satu bulan Ramadan penuh.
Hasil penelitian Dikensoy dkk ini dipaparkan jurnal ilmiah terbitan Jerman, Archives of Gynecology and Obstetrics, Mei 2008, dengan judul “The effect of Ramadan fasting on maternal serum lipids, cortisol levels and fetal development” (Pengaruh puasa Ramadan terhadap kadar lemak dan hormon kortisol serum ibu, serta perkembangan janin).
Pada ibu hamil yang berpuasa, yang tidak memiliki masalah kehamilan selama 20 minggu atau lebih, ditemukan mengalami peningkatan kadar hormon kortisol di dalam darah, sedangkan rasio LDL/HDL menurun.
Ibu hamil yang berpuasa dan yang tidak berpuasa ditemukan tidak mengalami perbedaan dalam hal pertambahan berat badan ibu, pertambahan bobot bayi teramati, kesehatan bayi, jumlah air ketuban, dan keadaan pembuluh darah tali pusar. Dengan kata lain puasa Ramadan tidak berpengaruh buruk pada perkembangan bayi.
Puasa, ibadah manusiawi
Hasil kajian ilmiah tentang pengaruh puasa Ramadan pada jiwa, raga, kesehatan dan pola hidup telah banyak diteliti ilmuwan. Yang tersebut di atas hanyalah sedikit contoh saja. Namun begitu, penelitian tersebut setidaknya telah mengungkap sejumlah sisi menarik. Yakni bahwa puasa Ramadan tersebut bukanlah dalam rangka memberikan kesusahan atau dampak buruk pada manusia, karena Allah, yang mewajibkan kita berpuasa, adalah Dzat yang Maha Pengasih dan Penyayang, dan Mahatahu atas kondisi hamba-Nya:
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa di bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah, 2:185). [cr/www.hidayatullah.com]